Scroll Untuk Lanjut Membaca

 

Kaltim.radar24.co.id, Kutai Timur – Puluhan mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kutai Timur dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Kutai Timur menggelar aksi peringatan September Hitam di Bundaran Patung Singa, Jumat (12/9/2025). Aksi ini merupakan bentuk solidaritas dan penolakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Indonesia.

 

*Tolak Lupa Tragedi Kemanusiaan*

 

Dalam orasinya, Haris Christian, selaku koordinator lapangan, menegaskan bahwa peringatan September Hitam merupakan momentum untuk menolak lupa atas tragedi-tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Indonesia, seperti peristiwa 1965, Tanjung Priok, Semanggi, dan Munir. Ia juga menyinggung kasus kematian Vian Ruma yang dinilai sebagai bukti lemahnya perlindungan negara terhadap rakyat.

 

*Dorong Pengesahan RUU Masyarakat Adat*

 

Ketua DPC GMNI Kutai Timur, Deo Datus Feran Kacaribu, menekankan pentingnya mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat. Menurutnya, RUU ini sangat penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat atas tanah, hutan, dan sumber kehidupannya. “Kita perlu mendorong RUU Masyarakat Adat, karena nyatanya di Kutai Timur luas wilayah kita lebih mendominasi ke sektor pertambangan dan perkebunan sawit,” ujarnya.

 

*Tuntutan Massa*

 

Dalam aksi tersebut, massa menyuarakan sejumlah tuntutan, termasuk menolak lupa atas seluruh tragedi kemanusiaan yang terjadi di Indonesia, mengutuk keras kematian Vian Ruma, dan menuntut penegakan hukum yang transparan dan adil. Mereka juga mendorong agar RUU Masyarakat Adat segera disahkan sebagai amanat konstitusi untuk melindungi hak-hak masyarakat adat.

 

*Penutup*

 

Dalam penutupannya, massa menegaskan bahwa mereka berdiri bersama seluruh korban pelanggaran HAM, keluarga korban, masyarakat adat, dan seluruh elemen rakyat yang terus melawan penindasan dan ketidakadilan. Mereka menuntut negara untuk hadir dan menjamin ruang hidup yang adil dan setara bagi seluruh rakyat Indonesia.