Sangatta — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) menegaskan bahwa kegiatan pelayanan publik dan program pembangunan di Kampung Sidrap serta wilayah sekitarnya akan terus berjalan normal, meskipun wilayah tersebut tengah menjadi bagian dari sengketa tapal batas dengan Pemerintah Kota Bontang. Penegasan ini disampaikan menyusul dikeluarkannya putusan sela oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara Nomor 10-PS/PUU-XXII/2024.
Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kutim, Anuar Bayu Irawan SH MH, menekankan bahwa putusan sela MK tidak memberikan larangan terhadap aktivitas pemerintahan maupun pembangunan di kawasan yang dipersengketakan. Ia menegaskan bahwa Pemkab Kutim tetap memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, tanpa terkecuali.
“Putusan Mahkamah Konstitusi lebih kepada perintah bagi Gubernur Kalimantan Timur untuk memfasilitasi proses mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa. Tidak ada satu pun poin dalam amar putusan yang menyatakan pemerintah daerah tidak boleh melaksanakan pembangunan,” jelas Anuar dalam keterangannya pada Selasa (20/5/2025).
Ia menambahkan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur dasar, serta kebutuhan administratif lainnya tetap harus dijamin oleh pemerintah daerah, karena itu adalah bagian dari kewajiban konstitusional terhadap warga negara, tanpa melihat status sengketa wilayah.
“Kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas kami. Selama proses hukum dan mediasi berjalan, kami tidak boleh membiarkan warga terabaikan dari sisi layanan maupun pembangunan,” tegas Anuar.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Pemkab Kutim akan segera menjalin komunikasi dan koordinasi intensif dengan Gubernur Kalimantan Timur dan pihak-pihak terkait, termasuk Pemkot Bontang dan Pemkab Kutai Kartanegara, sebagaimana diperintahkan dalam putusan MK. Proses mediasi ini ditargetkan selesai dalam waktu maksimal tiga bulan sejak putusan dibacakan. ( UZIN.SISVANTO )