Kaltim.radar24.co.id, Kutai Barat — Persoalan tapal batas antar kampung kembali mencuat di wilayah Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Kali ini, konflik terjadi antara Kampung Sangsang, Kaliq, Mea, dan Tebisaq yang berada di wilayah Kecamatan Siluq Ngurai, serta Kampung Dasaq yang masuk dalam wilayah Kecamatan Muara Pahu.
Dalam konfirmasi kepada Media Radar melalui aplikasi WhatsApp,Bartolomius Djukuw, SE, M.Si Camat Siluq Ngurai membenarkan bahwa pertemuan antara pihak-pihak yang bersengketa telah digelar. Rapat tersebut dilaksanakan di Kantor Camat Siluq Ngurai pada Mei 2025, sebagai tindak lanjut dari kesepakatan dalam rapat dengar pendapat (hearing) sebelumnya di Gedung DPRD Kutai Barat.
> “Benar, rapat sudah kami laksanakan pada bulan Mei 2025. Namun, hingga kini masing-masing pihak masih bersikeras mempertahankan pendapat dan klaimnya masing-masing,” ujar Bartolomius Djukuw, SE, M.Si
Dalam persoalan ini, Kampung Kaliq secara tegas merujuk pada Peraturan Bupati Kutai Barat Nomor 7 Tahun 2023, yang menetapkan batas wilayah berdasarkan hasil pemetaan dan keputusan administratif Bupati. Mereka menilai SK tersebut sah secara hukum dan harus dihormati.
Kampung Sangsang, Mea, Tebisaq, dan Dasaq mendesak agar SK tersebut dikaji ulang dan diubah, karena dinilai tidak mencerminkan kondisi sosial, historis, serta fakta lapangan yang ada di wilayah mereka.
Menariknya, berbeda dengan kampung-kampung lain yang menolak, Kampung Dingin justru menerima dan tidak mempersoalkan SK Bupati tersebut. Mereka menyatakan sepenuhnya menghormati keputusan resmi yang telah dikeluarkan pemerintah daerah.
Pemerintah Kecamatan Siluq Ngurai sendiri menegaskan bahwa dalam persoalan ini, pihaknya tetap mengacu pada ketetapan hukum yang berlaku dan mendukung satu sikap dengan keputusan kepala daerah.
> “Kami berpandangan, pemerintah harus satu suara dengan keputusan yang telah diterbitkan oleh kepala daerah. SK Bupati adalah produk hukum yang sah dan wajib dihormati, kecuali ada revisi resmi dari otoritas yang berwenang,” tambah Bartolomius Djukuw, SE, M.Si.
Hingga saat ini, belum ditemukan titik temu dari para pihak yang bersengketa. Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah mediasi lanjutan agar permasalahan ini tidak berlarut-larut dan tidak menimbulkan ketegangan sosial di masyarakat. Penyelesaian yang adil, transparan, dan berdasarkan asas musyawarah menjadi harapan bersama demi menjaga kondusivitas serta kejelasan batas wilayah administrasi di Kutai Barat. (***)