kaltim.radar24.co.id, Samarinda – Sidang Peninjauan Kembali (PK) kasus hukum yang menjerat Alexander Agustinus Rottie kembali menyita perhatian publik. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Samarinda pada Rabu (20/8/2025) menghadirkan perdebatan sengit antara tim kuasa hukum dan pihak Kejaksaan Negeri Samarinda.
Advokat Yahya Tonang, yang akrab dijuluki Master Beruk Kalimantan, tampil garang saat membeberkan memori PK yang menurutnya mengandung lima poin krusial. Namun, Kejaksaan hanya menanggapi dua poin saja.
“Jawaban Jaksa sangat terbatas, hanya soal putusan non-eksekutabel dan dakwaan alternatif. Tiga poin penting lain malah dibiarkan begitu saja,” tegas Tonang.
Tonang menyoroti kejanggalan putusan Kasasi Nomor 2121/K/PID.SUS/2017 tanggal 1 Februari 2018.
Menurutnya, amar putusan tersebut tidak menyertakan perintah menahan kembali Alexander yang sempat divonis bebas oleh PN Samarinda pada 18 Januari 2017. Padahal, setelah vonis bebas dibacakan, Alexander langsung keluar dari tahanan meski putusan belum inkrah.
“Kalau tidak ada perintah menahan kembali, bagaimana dasar Jaksa melakukan eksekusi? Hakim harus tegas sesuai Pasal 197 ayat (2) huruf K KUHAP. Itu tidak bisa ditawar,” papar Tonang.
Lebih jauh, Tonang menyebut alasan Kejaksaan yang mendasarkan eksekusi pada hasil diskusi internal bidang pidana khusus 2012 sebagai bentuk “kegagalan hukum”.
”Discusi itu menurut saya belum masuk sumber hukum yg bisa dijadikan acuan, apalagi digunakan untuk menambal kelemahan putusan yg ambigu, itu sama aja seperti menutupi kelalaian dalam membuat putusan,”katanya.
Tonang juga menolak tegas dalih Kejaksaan yang menyebut asas Notorie Feiten (fakta umum yang tidak perlu dibuktikan) sebagai alasan sahih meski putusan tidak menyebut dakwaan alternatif mana yang terbukti.
“Hukum pidana tidak boleh ditafsirkan dengan analogi. Itu pelanggaran serius,” tandasnya.
Dari lima poin keberatan yang diajukan, tiga di antaranya tidak disanggah Jaksa. Menurut Tonang, kondisi ini justru memperkuat posisi Alexander di mata hukum.
“Ada asas onsplitbare aveu, sikap diam pihak lawan justru menguntungkan pemohon PK. Karena itu, kami optimis Mahkamah Agung akan mengabulkan PK dan memulihkan hak Alexander,” ucapnya yakin.
Nama Yahya Tonang bukan asing di dunia advokasi. Advokat yang pernah menyabet penghargaan nasional sebagai Advokat Muda Terbaik 2017 versi PERADIN ini kembali menunjukkan ketajamannya dalam menyoroti perkara besar.
“Penegakan hukum tidak boleh berdiri di atas penafsiran yang kabur. Kalau hukum bisa ditawar-tawar, rakyat kecil semakin sulit mendapatkan keadilan,” pungkas Master Beruk Kalimantan itu. ( Milky)