kaltim.radar24.co.id, Kutai Barat — Advokat Yahya Tonang, Kuasa Hukum masyarakat Kampung Muara Siram, menyatakan keyakinannya bahwa laporan dugaan tindak pidana penggelapan lahan plasma oleh PT. Teguh Swakarsa Sejahtera (PT. TSS) akan segera ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan oleh Polres Kutai Barat.
Menurut Yahya Tonang, penyelidikan yang dilakukan pihak Polres saat ini telah memasuki tahap akhir. Ia berharap penyidik segera menggelar perkara untuk menentukan apakah unsur pidana dalam laporan tersebut terpenuhi. “Saya sangat optimis. Berdasarkan keterangan para saksi, bukti dokumen, serta pendapat ahli pidana, saya yakin proses hukum akan naik ke penyidikan,” tegasnya saat diwawancarai awak media, Senin (1/7/2025).
Tonang memaparkan bahwa lahan plasma seluas 530 hektare yang telah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Kutai Barat pada tahun 2018 dan diserahkan kepada masyarakat—yang terbagi dalam Blok A, B, C, dan D—ternyata tidak pernah benar-benar dikuasai masyarakat. “Secara hukum, masyarakat sudah menang. Tapi faktanya, hingga hari ini masyarakat hanya bisa gigit jari. Lahannya justru kembali ke tangan perusahaan melalui manuver pengurus koperasi yang diduga bersekongkol dengan korporasi,” ungkapnya.
Atas dugaan kecurangan tersebut, masyarakat melalui kelompok yang dipimpin Supri menunjuk Yahya Tonang sebagai kuasa hukum mereka untuk melaporkan dugaan penggelapan lahan dan hasil produksi kebun plasma seluas 117 hektare ke Polres Kutai Barat. Investigasi pun dilakukan oleh penyidik pada Jumat, 11 April 2025, dengan menelusuri lahan sesuai dengan peta eksekusi dan berita acara tanggal 20 Februari 2018. Hasil investigasi menemukan bahwa lahan tersebut merupakan lahan produktif yang selama ini dikelola tanpa memberi hasil kepada masyarakat.
Para saksi juga menguatkan bahwa lahan yang dimenangkan melalui putusan pengadilan tersebut sejatinya adalah kebun inti yang telah menghasilkan sejak awal. “Kami tidak menentukan lokasi lahan. Itu penetapan pengadilan. Jadi wajar kalau masyarakat sekarang menuntut haknya atas hasil kebun sejak 2018,” ujar salah satu saksi.
Tonang, yang akrab dijuluki “Advokat Master Beruk Kalimantan”, menegaskan bahwa PT. TSS seharusnya tunduk pada putusan pengadilan. “Kewajiban plasma 20 persen adalah hal yang melekat dalam setiap HGU perusahaan perkebunan sawit. Bahkan pemerintah menyatakan bahwa pada perpanjangan tahap ketiga, kewajiban itu meningkat menjadi 30 persen. Jadi, tidak mungkin ini menjadi alasan perusahaan merasa dirugikan apalagi bangkrut,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya supremasi hukum. “Masyarakat menempuh jalur hukum, bukan anarki. Dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung—semuanya memenangkan masyarakat. Lalu lahan juga telah dieksekusi. Jadi siapa pun yang kemudian menyerahkan kembali lahan itu ke perusahaan tanpa persetujuan masyarakat, harus bertanggung jawab secara pidana,” ujar Tonang.
Yahya menegaskan bahwa tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan (verduistering) dan penyalahgunaan kepercayaan (stellionaat). “Penyidik harus menindak tegas tanpa pandang bulu, termasuk jika pelakunya adalah korporasi. Hukum tidak hanya tajam ke bawah,” ujarnya lantang.
Ia pun menyerukan agar Polres Kutai Barat membuktikan netralitas dan keberpihakannya terhadap keadilan. “Kalau laporan perusahaan cepat diproses, maka laporan masyarakat juga harus diperlakukan setara. Inilah wujud keadilan dan peran Polri sebagai pengayom rakyat,” tambahnya.
Sebagai informasi, masyarakat Kampung Muara Siram telah memenangkan gugatan terhadap PT. TSS melalui rangkaian proses hukum panjang, mulai dari Pengadilan Negeri Sendawar (Nomor 20/Pdt.G/2014/PN Sdw), Pengadilan Tinggi Samarinda, Kasasi di Mahkamah Agung (Nomor 1436 K/PDT/2016), hingga Peninjauan Kembali (PK) yang dikabulkan oleh MA dengan Nomor 2/Pdt.PK /2017/PN Sdw.
Namun, hingga saat ini, masyarakat belum juga menerima haknya. “Kami tetap membuka ruang komunikasi jika PT. TSS ingin menyelesaikan persoalan ini secara bermartabat. Tapi jika tidak, kami akan tetap memperjuangkan hak masyarakat sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” tutup Yahya Tonang.
Reporter: melky malis